Hukum Lingkungan
Nasional di Indonesia
Pusat Hukum
Lingkungan Hidup Indonesia
Weiweik Awiati
Pembicaraan ini akan memfokuskan pada pengalaman Indonesia di bidang hukum lingkungan hidup. Pembicaraan ini adalah sebagai acuan untuk negara-negara lain seperti Timor Lorosa’e dalam bidang hukum lingkungan hidup dan lingkungan hidup pada umumnya, supaya tidak mengulangi kesalahan-kesalahan Indonesia dalam bidang tersebut. Saya juga akan mengajukan beberapa syarat yang menurut saya dapat digunakan untuk mencegah masalah-masalah yang pernah terjadi di Indonesia.
Sekarang ini undang-undang dan peraturan-peraturan Indonesia berlaku di Timor Lorosa’e.
Hukum Lingkungan Nasional di Indonesia termasuk:
· Peraturan Perundang-undangan Umum Lingkungan Hidup (GEL)
· Peraturan Perundang-undangan Sektoral yang Mengatur Pengendalian Dampak Lingkungan (SEL)
· Konvensi Lingkungan Hidup yang telah Diratifikasi
Undang-Undang Umum untuk Pelestarian Lingkungan Hidup di
Indonesia adalah:
· UU No. 23/1997 UUPLH (EMA)
· PP No. 27 1999 AMDAL (Analsis Dampak Lingkungan)
· PP No. 18/1999 > PP 85/1999 B3 (Pengelolaan sampah yang berbahaya)
· PP No. 20/1990 (Pengelolaan pencemaran air)
· PP No. 41/1999 (Pengelolaan pencemaran udara)
Undang-Undang Sektoral yang Mengatur Pengendalian Dampak Lingkungan termasuk
· UU No. 11/1967 (yang mengatur pertambangan)
· UU No. 5/1984 (perindustrian)
· UU No. 41/1999 (kehutanan)
· UU No. 8/1971 (minyak dan gas bumi)
Masalah-Masalah dengan Hukum Lingkungan Hidup
Indonesia
Ada beberapa masalah yang bersangkutan. Masalah-Masalah
tersebut termasuk masalah dengan undang-undang itu sendiri, serta pelaksanaan
dan penegakan yang tidak memadai.
Dalam hal perundang-undangan, terdapat ketidakseimbangan antara GEL dan SEL. Masalah lain lagi adalah bahwa GEL dan SEL bersifat sangat sentralistik, dan mandat hukum GEL dan SEL belum dilimpahkan ke daerah.
Pelaksanaan dan Penegakan hukum di Indonesia tidak cukup karena kurangnya kemampuan sumber daya manusia pengawas dan penyidik lingkungan, dan terbatasnya anggaran dalam melaksanakan program-program.
Hal-hal yang lain yang menyebabkan kurang baiknya pelaksanaan dan penegakan hukum lingkungan hidup termasuk:
- Lemahnya kemampuan dan efektivitas masyarakat madani untuk melakukan fungsi kontrol publik, ini termasuk LSM-LSM; perguruan tinggi; media masa; dan masyarakat;
- Aparatur birokrasi yang belum memiliki integritas, ketanggapan, dan profesional;
- Kemampuan pemerintah (pusat dan daerah) untuk melaksanakan transparansi, partisipasi publik dan kehandalan dalam pengelolaan sumber daya umum perlu dipertanyakan;
- Kemandirian peradilan yang harus diperjuangkan;
- Daerah belum memiliki strategi penegakan dan penataan yang komprehensif.
Masalah-masalah lain yang menyangkut perundang-undangan lingkungan hidup di Indonesia:
- Kehendak politik yang terwujud dalam paradigma pembangunan tidak mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem;
- Belum terdapat kerangka hukum yang kuat untuk mendukung konsep pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan;
- Belum mempunyai mekanisme penyelesaian konflik.
Hal-hal berikut ini membahas kriteria perundang-undangan untuk pemerintahan demokratik yang baik.
Perwujudan Pemerintahan
Lingkungan dapat diukur dengan beberapa upaya/tindakan:
1.
Sejauh mana konstitusi
memuat hak-hak yang terkait dengan aspek keberlanjutan ekologis dan lingkungan
hidup;
2.
Sejauh mana kita mau
dan mampu menerjemahkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang tersebar
dalam berbagai deklarasi, piagam dan konvensi internasional dalam kebijakan
nasional;
3.
Sejauh mana penataan
kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan agar dapat berfungsi lebih
efektif dan tepat guna;
4.
Sejauh mana masyarakat
dilibatkan dalam berbagai keputusan penting dan strategis yang menyangkut
pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam;
5.
Sejauh mana kita mampu
menindaklanjuti kasus-kasus lingkungan yang terbengkalai;
6.
Sejauh mana anggaran
lingkungan dibagikan secara merata;